Penentuan angka upah minimum kota (UMK) Tarakan sempat tertunda. Ini membutuhkan data dan perhitungan yang matang, apalagi dalam penentuan UMK 2023 mengacu pada PP 36 tahun 2021 yang di dalamnya terdapat data yang diperlukan untuk perhitungan UMK salah satunya ialah data infasi.
“Data inflasi yang dibutuhkan itu adalah posisi September 2022 year on year untuk inflasi provinsi. Di Kaltara ini ada dua kabupaten kota yang dihitung inflasinya, yakni Tanjung Selor dan Tarakan,” ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Tarakan, Edwin Triyoga, Kamis (24/11)
Kedua kabupaten kota ini digabungkan inflasinya kemudian hasil rata-ratanya menjadi angka inflasi Kaltara. Sehingga berdasarkan rumus PP 36 tahun 2021 dari Kemenaker berdasar pada inflasi provinsi posisi year on year September 2022 terhadap Setember 2021.
“Kalau itu angkanya setiap bulan dirilis. Inflasi Kaltara pada September 2022 itu sebesar 6,64 persen. Namun ada beberapa data yang memang tidak kami publikasikan secara rutin dan harus diolah, yakni pengeluaran per kapita per bulan, banyaknya jumlah anggota rumah tangga dan banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja,” jelasnya.
Data terseut biasanya berasal dari BPS pusat yang berdasarkan surat dari Kemenaker RI yang kemudian bersurat ke BPS RI kemudian dikirimkan data seluruh kabupaten kota sampai ke level provinsi. Data tersebut langsung diserahkan oleh Kemenaker untuk kemudian dikirimkan ke masin-masing dinas tenaga kerja provinsi dan kabupaten kota se Indonesia.
“Jadi datanya itu nanti akan diterima oleh Dinas Ketenagakerjaan Kota Tarakan. Biasanya saat pembahasan pengupahan, kami tidak memberikan datanya tapi datanya langsung dikirim dari Kemenaker RI ke Dinas Ketenagakerjaan Tarakan,” ucapnya.
Namun dalam pembahasan UMK pihaknya akan memiliki perwakilan. Hanya saja pihaknya hanya menjelaskan indikator yang datanya diperlukan dalam pembahasan. Biasanya, pihaknya diminta untuk melakukan penghitungan bersama peserta rapat, seperti Dinas Ketenagakerjaan, Apindo dan serikat pekerja.
“Nanti datanya dilihat kemudian dimasukkan ke dalam angka indikator, misalnya pengeluaran konsumsi berapa, kemudian ditemukan angka UMKnya. Tapi kalau kami yang rutin itu data inflasi september itu ada. Tapi data-data yang perlu diolah lagi itu data dari pusat yang akan dikirim dari Kemenaker RI,” jelasnya.
Pada rapat pertama pembahasan UMK hanya terkait tata tertib dan juknis UMK. Namun ke depan pihaknya berencana untuk melakukan tiga kali rapat, yakni pada rapat kedua terkait paparan kemudian pembahasan mekanisme dan terakhir penentuan keputusan UMK.
“Nanti hasil dari itu biasanya tim Dewan Pengupahan yang diketuai oleh Ketua yakni Kepala Dinas Ketenagakerjaan akan mengumpulkan hasil rapat kepada Wali Kota Tarakan, apakah angkanya sesuai dewan pengupahan atau wali kota punya kebijakan sendiri. Dalam proses pembahasan itu pasti ada dinamika, namun pemerintah posisinya di tengah. Kami hanya sebagai pembantu untuk penyediaan data,” pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tarakan, Agus Sutanto mengatakan bahwa pihaknya baru dapat menentukan UMK setelah UMP ditetapkan. Di waktu tersebut pihaknya akan dapat menentukan angka UMK dikarenakan sudah adanya rumus penentuan UMK. “Insha Allah bisa karena itu kan sudah ada indikatornya, mudah-mudahan lancar,” katanya.
Dalam membahas UMK diperlukan penyesuaian. Namun secara pribadi ia meyakini akan terjadi kenaikan UMK dikarenakan angka UMK merujuk pada angka UMK sebelumnya yang ditambah dengan indikator inflasi kota. “Nanti ditunggu setelah UMP yakni tanggal 28 November 2022 ini,” ucapnya.
Dalam hal ini pihaknya akan mengundang buruh, pengusaha dan unsur pemerintah untuk membahas UMK Tarakan. Dalam hal ini Agus berharap agar pembahasan dapat berjalan lancar. “Saya harap pengusaha dan buruh dapat mengikuti ketetapan pemerintah sesuai dengan Permenaker 18 tahun 2022. Yang bisa membuat hambatan itu tidak sepakat,” katanya.
Ditegaskan Agus, penetapan UMK telah diatur pemerintah melalui Permenaker nomo 18 tahun 2022, maka pihaknya harus mengikuti aturan tersebut. “Kalau diikuti Insha Allah pengusaha dan buruh bisa menerima. Kalau sudah sepakat maka akan lancar. Kalau tidak sepakat maka akan alot,” jelasnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi, Dr. Margiono, S.E, M.Si menyebutkan upah itu bagian dari biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha di mana pengusaha juga dihadapkan persoalan antara tenaga kerja satu daerah dengan daerah lain.
“Di satu pihak pekerja itu ingin upahnya tinggi dan pengusaha dihadapkan dengan kemampuan yang terbatas. Sementara pengusaha itu juga memiliki pilihan-pilihan untuk produksinya seperti penggunaan mesin,” ungkapnya, Kamis (24/11).
Adapun buruh atau pekerja tetap menuntut kenaikan upah di tengah kondisi kesulitan perusahaan yang terdampak. “Buruh pasti ingin kenaikan upah untuk kesejahteraan pekerja, tapi di satu sisi mengakibatkan kemampuan pengusaha dalam produksinya terbatas ” ucapnya
Alhasil menurutnya secara strategi bisnis operasional para pengusaha bakal menggunakan input lebih efisien. “Yaitu menggunakan tenaga mesin jadi artinya bahwa upah yang tinggi terus terang adalah memang dilematis. Kenapa dilematis, toh indikator upah seluruh Indonesia kan sama artinya menggunakan permen yang sama dan indikator yang sama,” tuturnya.
Lanjutnya, kebijakan terbaru nanti tetap menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) dan indikator yang sama. “Tentu tingkat upah satu daerah dengan daerah lainnya itu yang memengaruhi adalah indikator-indikator di luar upah yaitu seperti tingkat inflasi, yang kedua pertumbuhan ekonomi lalu ketiga tingkat kebutuhan pokok,” bebernya.
Dengan rencana kenaikan UMK tentu berdampak secara makro, bahkan Margiono khawatir bila suatu hari pengusaha atau calon investor baru tidak tertarik investasi di Kota Tarakan. “Sekarang saja ada perusahaan yang menggunakan mesin. Sebagai contoh sekarang kita tidak perlu capek-capek ke teller bank kalau sekarang sudah terbantu dengan artificial intelligence bisa melalui aplikasi. Jadi saya rasa perusahaan akan lakukan rekruitasi menggunakan AI karena lebih mudah,” ujarnya
Sehingga pemerintah dinilai harus bijak untuk mengambil keputusan persoalan rencana kenaikan upah. “Harus bijaklah pengusahanya, bijak untuk pemerintahnya karena kalau tidak memperhatikan aspek itu maka biasanya pengusaha mengurangi jam kerja, tenaga kerja dan memutuskan pengurangan tenaga kerja,” jelasnya. (shy/ife/eza)